Tak ada penceramah, sehabis shalat isya dan sedikit info dari pihak mesjid, jamaah kemudian diiring untuk berdiri melaksanakan shalat tarwih delapan rakaat dan shalat witir sebagai penutup. Begitulah konsep shalat tarawih yang saya jalani di desa Bonto marannu, tempat saya menyelesaikan prosesi Kuliah Kerja Nyata atau KKN di Bulan Ramadhan.
PETASAN.. atau yang lebih dikenal dengan istilah lappo-lappo, juga menjadi hal lumrah dikalangan anak-anak di Bantaeng seperti halnya anak-anak yang ada di Makassar. Titik perbedaan terletak di waktu menyalakan petasan. Di Makassar suara petasan sudah ramai sebelum, saat dan setelah shalat tarwih, beda halnya di Bantaeng, lappo-lappo baru terdengar setelah orang-orang pulang solat tarwih. Anak-anak yang menyalakan lappo-lappo selalu spontan membakar dan melempar lappo-lappo di barisan orang-orang yang berjalan menuju pulang kerumahnya masing-masing.
Jumlah jamaah tarwih di Mesjid Nurul Huda, Bonto Marannu memang tak bisa di bandingkan dengan jumlah jamaah yang selalu memenuhi Mesjid Al-Ashri di Puri Taman Sari, Makassar di awal bulan ramadhan. Namun ketenangan dan kekhusyukan shalat berjamaah di desa ini bisa diakui dan diacungkan jempol.
0 komentar:
Posting Komentar