Minggu, 07 Agustus 2011

Bu De-ku sayang

Posted by blueQuw On 05.09

Judul diatas dipilih untuk mewakili bagaimana rasa sayang ini untuk Bu de Cemma’. Bu de-ku sekaligus ibu-ku di posko KKN. Bu de memang sosok ibu yang perhatian, naluri keibuannya sangat terasa ketika saya sakit. Bu de selalu mengantar ke rumahnya nenek yang memberikan pengobatan tradisional selama seminggu, dari prosesi pengasapan hingga mandi air santan.

Bu de juga sangat tau dengan kue-kue kesukaanku. Suatu hari di perjalanan dari Makassar ke Bantaeng, Bu de menyempatkan diri untuk singgah membelikan kue Putu cangkir untuk-ku. “ Dewiiii ine putu cangkir” suara bu de memanggilku untuk segera mencicipi salah satu kue kesukaanku yang masih hangat. Lammang, lappa-lappa dan segalanya yang terbuat dari beras ketan selalu bu de bawa dari acara pengantin, katanya beliau selalu mengingatku ketika melihat kue-kue dari beras ketan. Sapa yang tak senang di perlakukan seperti itu ? diperhatikan dan selalu diingat.

Berkulit putih, pintar masak, membuat kue dan pastinya cantik adalah kata-kata yang dapat menggambarkan sosok wanita yang telah dua puluh tahun mendampingi Pak de’ Kasman. “ senggah ki’ “ adalah kalimat yang sering keluar dari mulut Bu de’ ke orang-orang yang lewat di depan rumahnya. Yaa.. bu de memang selalu ramah kepada semua orang.

Senyum adalah perhiasan terindah dan perhiasan indah itu tak pernah lepas dari wajah Bu de. Ketika bercerita dan saat menyapa kami semua. Bu de juga paling gampang untuk urusan tertawa terbahak-bahak, ketika Pak de mulai jail dan membuat lelucon pasti bu de langsung tertawa.

Tarwih dengan Nuansa berbeda.

Posted by blueQuw On 05.07

Malam ini adalah malam ke lima tarwih di Mesjid Nurul Huda Desa Bonto Marannu tanpa keluarga di kelilingi oleh orang-orang baru pula. Ramadhan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, biasanya di Mesjid AL-Ashri Makassar bersama ibu atau adik disamping kanan kiri. Perbedaan juga sangat terasa ketika Pak De Kasman ataupun pihak mesjid berdiri di mimbar dan memberikan informasi kepada jamaah mesjid dengan menggunakan bahasa Makassar.

Tak ada penceramah, sehabis shalat isya dan sedikit info dari pihak mesjid, jamaah kemudian diiring untuk berdiri melaksanakan shalat tarwih delapan rakaat dan shalat witir sebagai penutup. Begitulah konsep shalat tarawih yang saya jalani di desa Bonto marannu, tempat saya menyelesaikan prosesi Kuliah Kerja Nyata atau KKN di Bulan Ramadhan.

PETASAN.. atau yang lebih dikenal dengan istilah lappo-lappo, juga menjadi hal lumrah dikalangan anak-anak di Bantaeng seperti halnya anak-anak yang ada di Makassar. Titik perbedaan terletak di waktu menyalakan petasan. Di Makassar suara petasan sudah ramai sebelum, saat dan setelah shalat tarwih, beda halnya di Bantaeng, lappo-lappo baru terdengar setelah orang-orang pulang solat tarwih. Anak-anak yang menyalakan lappo-lappo selalu spontan membakar dan melempar lappo-lappo di barisan orang-orang yang berjalan menuju pulang kerumahnya masing-masing.

Jumlah jamaah tarwih di Mesjid Nurul Huda, Bonto Marannu memang tak bisa di bandingkan dengan jumlah jamaah yang selalu memenuhi Mesjid Al-Ashri di Puri Taman Sari, Makassar di awal bulan ramadhan. Namun ketenangan dan kekhusyukan shalat berjamaah di desa ini bisa diakui dan diacungkan jempol.

Segudang cerita bersama Pak De Kasman.

Posted by blueQuw On 04.56

Gedung Balai Kartini menjadi tempat perjumpaan pertama kami, Mahasiswa KKN Reguler UNHAS Gel.80 Kabupaten Bantaeng Desa Bonto Marannu dengan pria yang bernama lengkap Kasman Upa M.A. Beliau adalah Kepala Desa Bonto marannu yang akrab disapa Pak De. Muka garang dengan tumis tebal adalah perawakan dari pria setengah baya ini. ini baru sedikit gambaran tentang Pak De yang tak pernah puas kalau tidak menambah nasi ke piring anak KKN-nya.

Mobil Avanza Silver milik Pak camat Ulu Ere membawa saya, kak Nunu&kak Ima ke rumah jabatan Kepala Desa Bonto Marannu yang ternyata akan menjadi tempat tinggal kami selama dua bulan di desa Bonto Marannu. Tempat kami menyelesaikan 4 SKS, tempat kami belajar tentang hidup dan tempat kami berbagi dengan teman-teman baru dari berbagai jurusan yang ada di UNHAS.

“ pergiko mandi supaya tidak menggigil sebentar malam “ itu kalimat yang dilontarkan pak de ketika kami sedikit mengeluh karena merasakan dinginnya Bonto Marannu. Teh hangat beserta tengteng, kue khas bantaeng yang memadukan antara kacang dan gula merah adalah sajian yang begitu nikmat yang diberikan oleh Bu Desa ketika kami datang. ‘Kehangatan’ dan keterbukaan sudah sangat terasa dari cara tuan rumah menyambut kami

Kembali ke Pak De’… katanya beliau lahir tanggal 11 Mei 1967 (kurang meyakinkan karena dia sering lupa untuk urusan tanggal.hehehe). Sudah dua tahun beliau menjadi orang nomor satu di desa yang terkenal dengan kebun kentang, wortel dan sayur kolnya. Masa jabatannya terhitung dari tahun 2009 hingga tahun 2015, beliau akan tetap berada di Desa Bonto Marannu untuk mengembangkan segudang potensi yang ada.

Canda tawa di ruang keluarga adalah moment-moment yang selalu kami lalui bersama pak de, dan bu de’di malam hari ketika kelelahan dan suhu dingin menyatu dalam kebahagian. Acara pernikahan hingga sunnatan yang dirayakan di Desa Bonto Marannu tak terlewatkan oleh kehadiran teman-teman posko kecamatan Ulu Ere’, semuanya tak terlepas dari ajakan Pak De’ yang berusaha mengakrabkan kami dengan masyarakat.

Suara menggelegar dan mukanya agak sangar (maaf pa de’.heheh) adalah kesan pertama bagi orang yang pertama kali melihatnya. Namun sungguh diluar dugaan beliau begitu supel, lucu, sederhana, sangat perhatian, jail dan sangat jauh dari sikap kaku sebagai seorang Kepala Desa. Kalau sedang di ruang makan Pak de’ tak henti-hentinya memanggil orang yang melintas di depannya untuk makan, sekalipun sudah sangat jelas kalau orang-orang yang beliau panggil baru saja selesai makan.

Pak de juga sangat hebat dalam pemberian nama julukan untuk anak-anak KKN-nya, misalnya saja Barumbung, Koya, bebe’. Julukan-julukan itu diberikan secara spontan dan hanya Pak de sendiri yang mengetahui jelas apa arti nya. Walaupun jail tapi Pak de begitu perhatian dengan Kami, menelfon teman-teman yang sedang berada di Makassar adalah agenda yang selalu beliau lakukan, hanya sekedar menanyakan kabar, kapan balik ? dan sedikit membohongi kami. Yaa.. Pak de selalu menakut-nakuti dengan memberi kabar kalau supervisior dan satgas KKN sedang melakukan pemantauan di Posko, padahal itu hanya akal-akalan dari Pak de dan beberapa teman-teman KKN yang sedang berada di posko.

Sebagai seorang kepala desa, beliau begitu bijak dan selalu berpikir tenang ketika ada masalah yang melanda di Desa bonto Marannu. Kasus kecelakaan yang melibatkan dua desa, pernikahan dini, pertikaian antar saudara hingga pertandingan sepak bola yang nyaris ricuh mampu beliau tangani dan memberikan jalan keluar yang terbaik. Sikap bijak dan selalu tenang ini berkat dari dukungan sang istri ( bu de’ ) yang cinta damai dan memilih jalan musyawarah untuk suatu masalah.

Pak de dan Bu de telah dua puluh tahun bersama, saat ini mereka sudah memiliki tiga anak. Anak pertama bernama Andi, Indri dan yang paling kecil bernama Ina. Sebagai istri yang baik Bu de selalu menyempatkan diri untuk masak masakan kesukaan Pak de seperti kacang merah kentang, sawi, ikan mujair dan menghindari yang namanya kacang ijo karena Pak de sangat anti dengan kacang ijo.